Pola Keruangan Wilayah Kota Berdasarkan Teori Poros
dan
Teori Pusat Kegiatan Banyak
Sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/6/63/Aerial_photo_of_Buffalo%2C_NY_Skyline.jpg |
Bagaimanakah
pola keruangan wilayah kota berdasarkan teori poros dan teori pusat kegiatan
banyak?
Menurut Yunus
(2006), terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menyoroti
dinamika kehidupan suatu kota, khususnya berdasarkan penggunaan lahan kota atau
tata ruang kota tersebut. Pendekatan-pendekatan tersebut dapat dikategorikan
menjadi empat macam, yaitu pendekatan ekologi, pendekatan ekonomi,
pendekatan morfologi, dan pendekatan
sistem kegiatan. Saat ini, kita akan membahas tentang pendekatan ekologi,
khususnya berdasarkan teori poros dan teori pusat kegiatan banyak.
1. Teori
Poros
Teori poros menekankan
terhadap peranan transportasi dalam memengaruhi struktur keruangan kota. Teori
ini pertama kali dicetuskan oleh Babcock (1932) sebagai suatu ide penyempurnaan
dari teori konsentris. Menurutnya, struktur keruangan kota dipengaruhi oleh mobilitas
penduduk. Mobilitas ini dipengaruhi oleh poros transportasi yang menghubungkan
antara CBD dan bagian luarnya. Wilayah yang dilalui jalur transportasi akan mengalami
perkembangan yang berbeda dengan wilayah yang tidak dilalui jalur transportasi.
2. Teori
Pusat Kegiatan Banyak
Teori ini pertama kali
dicetuskan oleh C.D. Harris dan F.L. Ullmann (1945). Menurut teori ini,
kebanyakan kota-kota besar di dunia tidak hanya memiliki satu pusat kegiatan
saja, melainkan hasil perkembangan dan integrasi berkelanjutan dari sejumlah
pusat-pusat kegiatan yang terpisah satu sama lain. Pusat-pusat ini bersama dengan
daerah di sekitarnya mengalami perkembangan, ditandai dengan gejala
spesialisasi dan diferensiasi ruang. Menurut teori ini, wilayah keruangan kota
dibagi menjadi pusat kota (CBD) yang menampung sebagian besar kegiatan kota, wholesale
light manufacturing yang mengelompok sepanjang jalan dekat dengan CBD (wilayah
ini memiliki transportasi yang baik, ruang yang memadai, serta dekat dengan
pasar dan tenaga kerja), daerah permukiman kelas rendah, daerah permukiman kelas
menengah, daerah permukiman kelas tinggi, heavy manufacturing (zona ini
merupakan lokasi pabrik-pabrik besar), business district lainnya
(zona ini muncul untuk memenuhi kebutuhan penduduk zona permukiman kelas
menengah dan tinggi sekaligus menarik fungsi-fungsi lain untuk berada di
sekitarnya), zona tempat tinggal daerah pinggiran, serta zona industri di
daerah pinggiran.
No comments:
Post a Comment